Bangku Hijau
Duduk di bangku taman hijau
di tepi pagar hijau
aku lihat daun jatuh
sehelai
menari ringan
berputar getir
menyebrang pagar hijau,
lalu perlahan menguning
Aku dengar suara ambulance
Sayup menjauh
mungkin melaju ke rumah sakit tua
Aku berjalan mengikutinya
jauh dan letih
Menyaksikan bangsal kumal
Berisi dipan putih, sprei putih
dinding putih, selimut putih
Aku menyaksikan
daun menguning perlahan
Denpasar, 2000
published @ Bali Post Minggu
Posted by ira puspitaningsih at 10:39 PM 1 comments
Tubuh Terseret Arus
Tubuh merah mudaku
sunyi di sungai
terbawa arus,
terus menerus
Jari-jari kamboja, pun
lunglai berderai
ingin mengikutiku
mengabdi padaku
yang terabaikan waktu, dan
matahari bisu
Batu-batu sepi
tak mampu menjangkau
menyelamatkanku
dari pusaran gelombang
berputar pasang
Denpasar, 2000
published @ Bali Post Minggu
Posted by ira puspitaningsih at 10:22 PM 0 comments
Aku, Bintang Cassiopeia
Aku
bintang letih Cassiopeia
yang lelah
mengangkasa
menggantikan bintang lainnya
yang hilang ditelan bayang
Aku
bintang murung Cassiopeia
yang terbang, dan
bersandar
di hampar padang mega
yang bertebaran
di bawah langit biru kelam
sebegitu luasnya,
sendiri
di antara deretan tangga cahaya
gulungan mata bergelung
dan kelopak kayu langit
kayu bintang lainnya
yang terpisah garis
batas orbit planitmu
Aku
bintang sedih Cassiopeia
yang tak bisa dusta
sama saja dengan
mimpi semata
di bara rambutmu
badai hujan lidahmu
aku terperangah
matahari siang hari
membuatku makin letih
dan semakin letih
oleh dua bayang muram
dengan wajah marah
padam memerah, dan
menghitam
di bola mata hijau berdarah
Aku
bintang Cassiopeia
yang lelah, letih
murung dan sedih
tapi di sudut dinding
air mataku
tersimpan nikmat yang lain
yang tak terlihat
mata dewa sekalipun
Aku, bintang Cassiopeia
Denpasar, 2000
published @ Bali Post Minggu dan Jurnal Puisi
Posted by ira puspitaningsih at 10:13 PM 1 comments
Saturday, April 21, 2007
Pohon Hutan Tropis
Aku yang hidup
antara rotasi dan revolusi
hujan sepanjang musim
dan asap sepanjang hari
memudahkan fotosintesisku
Nikmat tempatku
yang tak ada di tempat lain
tak bisa kunikmati
karena katup daunku
tak bisa terbuka
tertutup sepi pilu
oleh perampasan sariku
Tubuhku penuh kerak kayu, dan
ranting-ranting tua
terselimuti gulma muda
dan cendawan, yang
tak kunjung hilang
Dingin angin pecahkan urat kayuku
dan urat-urat lainnya
panas yang menguapkan getahku
dan seluruh cairan tubuhku
membuat lelah melawan takdirku
jadi pohon bercendawan
inang yang tak berimbalkan
Denpasar, 2000
published @ Bali Post Minggu dan Jurnal Sundih
Posted by ira puspitaningsih at 11:41 PM 0 comments
Tulisan dalam Buku Harian
Senandung daun-daun muda
iringi suara seruling bambu
berhembus merdu
sirnakan beban bathinku
lembah jiwa membiru
gugusan bintang timur
galaksi andromeda
buih pantai membentang,
menjulang
selimuti dinding cakrawala
yang memecah bayang
orang bertampang lusuh
menerawang jauh
memikirkan lekuk-lekuk tubuh
yang tinggal separuh
dambakan hembusan
angin kehidupan, ataupun
kematian
ranting-ranting cemara
patah berdesah
“Hati-hati dirimu senang.
Sedih memburumu di belakang.”
kibaran angin menderu
dan berseru
“Sayapmu kan lelah.
Bersiaplah jatuh ke bawah.”
kidung malam menghibur
“Tak semua diakhiri perpisahan.”
aliran sungai berpetuah
“Buka gerbang pintu hati.
Hadirnya embun pagi,
membawamu menjalani hari.”
akankah tinta penaku berbisik
kisahkan rahasia diri
semuanya tertulis,
tertuang
pada lembar buku tulis ini
jadi bait-bait kenangan
Denpasar, 2000
published @ Bali Post Minggu
Posted by ira puspitaningsih at 11:36 PM 0 comments
Lukisan Taman Laut
Kumpulan terumbu karang
menyapa
ikan berkeliaran
di rumah mutiara
terabadikan dalam lukisan
kanvas pikiran
di tiap sudut palung laut
bintang pasir kuarsa
tersenyum
diterpa cahaya emas
elok sapuan warna
terbekas di lubuk jiwa
pesona semesta bumi
memikat hati
segarkan nurani
dunia takkan lumat
dan kiamat
jika gesekan cakram
roda berputar
selalu bersinar
serpihan cahaya pualam
Denpasar, 2000
published @ Bali Post Minggu
P
KOMUNITAS HOME POETRY, lahir di gang baru, 5 Januari 2007, yang lalu. Pada sebuah rumah mungil, yang kemudian kami sebut dengan rumah puisi. Awalnya, hanya sebuah kerja penciptaan karya puisi, diskusi pun mengulasnya. Tidak mengenal lelah dan resah. Terkadang kami tembus ruang dan waktu. paGi ke pagi. Ah, di rumahnya Kami, RUMAH PUISI
Arsip Blog
- Mei (9)
- Maret (1)
- Desember (3)
- November (2)
- April (1)
- April (1)
- Maret (19)
- Februari (2)
- Juli (3)
- Oktober (5)
- Januari (2)
- September (1)
- Agustus (1)
- Juni (3)
- April (2)
- Desember (3)
- Juni (1)
- Mei (1)
- Maret (2)
- Februari (2)
- Januari (1)
- Desember (1)
- Agustus (5)
- Juli (5)
- April (1)
- Maret (2)
- Februari (1)
- November (7)
- Juli (1)
- Juli (4)
- Juni (3)
- Mei (16)
- April (9)
- Maret (26)
- Februari (14)