Arsip Blog

Rabu, 05 Maret 2008

M. Yunus Rangkuti

Pada bentang ruang waktu selalu ada pintu di sebaliknya,entah apa
Jangan salah melangkah, apalagi mengisengi diri
Pintu akan mengunci hati
Memerangkap kita selamanya

Pada beranda senja kita merenda kata
Cerita purba menjelma di kepala
Menyisa Tanya hampa , “apa, mengapa dan bagaimana”
Matahari melesap malampun mendekap
Apakah kita masih berharap
Mimpi membuai jadi berarti di esok hari

Tapi mengapa pagi berkali kita khianati

Sebegitu lesatkah matahari berlalu luluh?
Tanpa hangat menggeliat tubuh
Guyur hujan dinihari menggerimis hingga pagi
Gigil dingin masih memilin
Kita hilang gegas di kemas malas

Apa yang tersisa pada rentang siang?
Rutinitas tak pernah tuntas
Resah tertumpah di jalan berbasah
Pesona pelangi menari mimpi
Atau kulik elang hilang peluang di ambang petang

Hari-hari kita menari
Menari sunyi, menari ramai
Sedih menari, tawa menari
Kita menari duka, menari suka

Kitalah manusia penari
Balita yang penari, kekanak yang penari
Remaja penari, dewasa penari, tua penari
Kitalah suami penari, istri penari, bapak dan ibu penari

Hari-hari kita menari
Menari kepala, menari mata, menari telinga
Menari hidung, menari mulut, menari leher
Menari pundak menari dada, menari perut
Menari tangan, menari kaki, menari jari jemari
Kita menari-nari, menggapai-gapai, mencari-cari


Topeng-topeng sedemikian rupa mengulit di wajah
Orang-orang memeran adegan
Seribu adegan, sejuta korban
Sejuta korban, adegan kan berjalan
Sejarah me….

Di antara ribuan kata, aku mengeja angka,

Aku mulai membunuh sepi menyibuki diri
Menampari nyenyamuk menari rebah terkulai

Aku berada pada bentang ruang
Diantara apa aja, siapa saja. Aku mencoba meramu luka duka

Pada angin dingin, ingin demi ingin kujalin. Tapi sunyi tak henti memilin
Di sunyi dan sunyi ini apa saja menjelma jadi cerita
Tapi andai demi andai menjelma jadi Tanya dan Tanya dan angan-angan mendera dera…ah

Angin kembali mengabari sunyi pada hati sepi. Masihkah sunyi ini memiliki arti