Arsip Blog

Rabu, 18 November 2009

PUISI-PUISI M. RAUDAH JAMBAK

PUISI-PUISI M. RAUDAH JAMBAK

SEBAB ANGIN YANG MENGGUGURKAN DAUN-DAUN


entah daun yang ke berapa jatuh ke bumi
dari pohon setua hembusan sedingin angin
warna buramnya sesunyi kalender yang
kelelahan disetubuhi beribu rayap
pengab !

waktu melesat begitu cepat
berkeliling merengsek masuk di celah-celah
reranting dan cabang. Begitu gagap

entah daun yang ke berapa gugur di diri
memilah warna matahari yang menembus
ke segala ruang dan lorong sesunyi titik
air yang menitis di atas lantai lunglai
sansai !

tanjung karang, 09

PADA WAJAH TANJUNG KARANG

Pada wajah tanjung karang bias senja menyambut rindu
Yang sempat terhanyut di gulungan ombak-ombak awan

Raden inten seperti dermaga kapal-kapal yang menghantar tetamu
Membagi cerita tentang sebuah kisah pengharapan yang mengharukan

Entah angin mana yang mengisahkan ceruk teluk merak belantung merindu
Seperti keinginan laut yang menggantungkan harap pantai berpasir putih kenangan

Bagus dan sapenan tak kalah gairahnya sebagai rumah kedua dituju
Dari kenangan sebuah kelahiran yang juga kembali kepada kenangan

Tangkil terlahir dari rahim mutun dengan sejuta gairah yang ranum
Ah, rindu itu bergumul memompa beribu gairah padang savana

tanjung karang, 09

KETIKA PERISTIWA

Seekor kucing mengendus rimah-rimah sampah di kepalaku
menjilati setiap sisa yang terbuang. Aroma busuk yang merasuk
adalah aroma surga mengundang musafir-musafir kelana
untuk sekadar singgah. Sekadar istirah

entah kali yang ke berapa kucing itu kembali memuntahkan
sisa sampah yang terkunyah. Entah kali yang ke berapa ia
tak lelah menjilatinya. Lalu, entah kali yang ke berapa
para musafir sekadar datang kemudian pergi

tanjung karang, 09

SELAMAT DATANG PADA YANG BERKUNJUNG

dengan segala hormat sepenuh hikmat kami bentangkan
pada tetamu yang berkunjung dan selamat datang
sebab, di ruang tamu hati kami kalian adalah sahaja
segala keagungan, maka nikmatilah

usah resah dengan segala sambutan yang sangat sederhana ini
bagi kalian yang berkenan singgah walau sekadar melepas istirah
sekadar melepas lelah

dari sepuluh jari dan sebelas dengan kepala kami tundukkan
pada tetamu dari segala penjuru berabad waktu memburu
sebab, dengan segala kesedrhanaan ini kalian kami jamu
semoga tak lekang ditelan zaman, tak hilang di telan waktu

tanjung karang, 09


SYUHADA YANG BERKENDARA GEMPA

Hari ini dan kemarin adalah hari esok
jalan kita menuju pintupintu surga
masuklah segera

gempa adalah sampan sajadahmu
yang paling gempita para syuhada
naiklah segera

maka, pada hari ini aku hanya bisa menabur
doadoa pada nisanmu yang entah tertanam
di bumi yang mana

TUJUH KOMA ENAM


Tujuh koma enam dinding itupun luluh lantak
selantak dadaku yang perih, seperih jeritan anak-anak
di bangsi

takpun bisa kuehentikan debar dadaku ini
meski sekejap gelap mata yang merembeskan
butiran kecemasan

kepadamu aku katakan, akan kubangun dinding baru
di dadamu dari padat batu yang masih tersimpan
di bara dadaku

maka, terimalah

DARI SEBUAH WASIAT SINGKAT

Aku kehilangan kata-kata ketika kau wasiatkan
berjuta kata yang tak sempat kusimpan
yang kau kirimkan dari sebuah pesan

pilu hatiku menyimpan lemari kata-katamu
yang terbenam batu-batu sepenuh gunung debu
memadat, memekat

dan dari sebuah wasiat singkat yang kau amanatkan
akan kukirimkan tanda beribu bunga doa
di atas sajadah pada makammu yang tak bertanda

KEPADA PARA PENGUSUNG DOA

Tahlilku tahlil sederhana mengiringi doadoa
yang menebar memenuhi semesta raya
mengetuk dadadada berlumur duka

tahmidku tahmid sederhana membunga doadoa
pada sekujur tubuh yang pasrah tak berdaya
dalam banjir air mata

tasbihku tasbih sederhana mengusung doadoa
yang tak pernah berhenti mengharap
demi sampai kepada bingkai cerita


BAYI KARDUS

Takkan kulepaskan kehangatan semacam ini
sebab, waktuku memang untuk untuk itu
berpeluk pada kenistaan dan keniscayaan
tak usah kalian menjaring air mataku
dan menampungnya dalam kolam
kepura-puraan

tak kurasakan kepedihan apalagi duka
sebab, aku hanya hampa dari kedukaan
yang tercipta dan diciptakan secepat
peluru dari sudut mata kalian yang hina
dibungkus yang menahun setua
kepengecutan

medan, 2009

ANAK MAMBANG

Katakanlah ibu dan bapakku mambang
yang berbagi peluh dengan suara gaduh
menanggalkan hiasan doa’-doa’ yang
sengaja digantungkan oleh ibunya ibuku
dan bapaknya bapakku

tapi, sadarkah kau kalau aku anak surga
yang dititiskan mambang-mambang
dari air hina mereka yang paling hina
dan beberapa tetes air mulia dari ibunya ibuku
dan bapaknya bapakku

medan, 2009


REMAJA SIMPANG

Dengarkan alunan musik yang kudendangkan
untuk kalian sengaja kuciptakan untuk mengukir
secuil permata yang tersembunyi digelapnya
ruang hati tak bercahya, ruang yang hampir mati

bukan kepedihan yang ingin kusampaikan
lewat lirik-lirik dari gitar dan gendang usang
tapi semacam pernyataaan keberadaan
bahwa kami adalah manusia juga

medan, 2009



LELAKI PETUALANG

Apalagi yang salah di dunia ini kalau kita sudah
saling mengerti seberapa banyak harga diri
yang sudah dijual beli

aku hanya berharap kita sama-sama faham
bermandi peluh dipelukmu adalah satu
dari sekian banyak goresan

dan yang paling penting
kau pun harus mengerti perjalanan masih jauh
masih banyak lembah yang harus dituruni
masih banyak bukit yang harus didaki

medan, 2009-09-30

SEEKOR KUCING DI PINTU
Seekor kucing mengendus di balik pintu
menatap gerak seekor tikus menuju pintu
aku terpaku menatap ke arah daun pintu
menembus masa lalu dari pintu ke pintu
seekor kucing menerkam tikus di balik pintu
yang tidak leluasa bergerak sebab terjepit pintu
aku terpaku menatap darah muncrat di pintu
mengenang luka menembus pintu ke pintu
seekor kucing puas meninggalkan pintu
meninggalkan sisa tikus membangkai di pintu
aku terpaku menghunus luka menuju pintu
membersihkan darah menutup masa lalu
sebilah pintu
SEEKOR KUCING MENGENDUS RIMAH SAMPAH
Seekor kucing mengendus rimah-rimah sampah di kepalaku
menjilati setiap sisa yang terbuang. Aroma busuk yang merasuk
adalah aroma surga mengundang musafir-musafir kelana
untuk sekadar singgah. Sekadar istirah
entah kali yang ke berapa kucing itu kembali memuntahkan
sisa sampah yang terkunyah. Entah kali yang ke berapa ia
tak lelah menjilatinya. Lalu, entah kali yang ke berapa
para musafir sekadar datang kemudian pergi
LUKISAN RAMBUTMU PADA KIBAR SENJA ITU
lukisan rambutmu merebak rindu di antara lulur debu
meretas gairah di antara bilurbilur biru di bawah remang
cahaya yang memburu waktu, ah aku seolah menemu
lakumu dalam dekapan diam tetapi nganga itu seolah
mencair di antara mimpimimpi semu
kemarilah !
biar kita kejar bias matahari di antara rintik gerimis senja
yang mengucur di kaca jendela menggelitik rasa kita
kau tentu mengerti betapa hasrat memiliki tak pernah
berhenti
dan tembang malam perlahan melintas dari jembatan senja
yang berkibar di antara kibar lukisan rambutmu mewarta
segala cinta, maka cuaca bukanlah penghalang segala cinta
dari segala tariantarian yang meliuk di antara lukisan rambutmu
pada tatap mataku yang menunggu
KAKIMU YANG MELANGKAH ADALAH
kakimu yang melangkah adalah tapaktapak yang membekaskan
segala sejarah di atas kering rumputrumput itu menyibak segala
rahasia yang tersembunyi di tepian trotoar berdebu dan irama
knalpot jalan raya yang menembus telinga para musafir jalanan
menembus segala tuju yang masih semu
kakimu yang melangkah adalah retakretak dadaku yang rerak
di antara tanahtanah membatu mencuri serpihan cinta yang
melayang seolah debu menembus dindingdinding angin
yang dingin menggigilkan segala hasrat yang sempat membara
dan lunglai bersama gugurgugur daun yang jatuh ke bumi
kakimu yang melangkah adalah getar segala debar yang terkapar
dari resah segala gelisah meliukkan hati yang gundah tentang
sebuah hasrat yang terpendam menembus dindingdinding diam
yang mewarta segala cerita menembus loronglorong hatimu
menembus kisikisi hatiku yang penuh kesumat berdebu
SEBAB ANGIN YANG MENGGUGURKAN DAUN-DAUN
entah daun yang ke berapa jatuh ke bumi
dari pohon setua hembusan sedingin angin
warna buramnya sesunyi kalender yang
kelelahan disetubuhi beribu rayap
pengab !
waktu melesat begitu cepat
berkeliling merengsek masuk di celah-celah
reranting dan cabang. Begitu gagap
entah daun yang ke berapa gugur di diri
memilah warna matahari yang menembus
ke segala ruang dan lorong sesunyi titik
air yang menitis di atas lantai lunglai
sansai !

1

Dalam Muktamar Tarjih telah ditetapkan bahwa untuk menentukan awal bulan Qamariyah dapat ditempuh melalui empat metode: ru’yaú al-hilâl; kesaksian orang yang adil, menggenapkan (istikmal) bilangan sya’ban 30 hari, dan hisab.
Ru’yau al-hilal dipergunakan oleh Muhammadiyah, manakala posisi hilal berdasarkan perhitungan sudah berada pada ketinggian yang memungkinkan untuk diobservasi. Jika posisi hilal sudah berada pada ketinggian tersebut, Muhammadiyah menetap kan awal bulan Qamariyah (akan memulai ibadah puasa Ramadan) berdasarkan rukyat.
Persaksian pada hakikatnya sama dengan cara yang pertama yaitu terlihatnya hilal, perbedaannya terletak pada langsung atau tidaknya bulan Ramadan (baru) itu dapat diketahui. Sedangkan cara yang ketiga dapat dikatakan sebagai pengganti cara pertama, sehingga dari segi ini dapat dikatakan sama dengan yang pertama (rukyat). Namun dari segi substansinya adalah hisab sekalipun masih sangat sederhana, dengan menggenapkan (istikmal) umur bulan yang sedang berlangsung selama 30 hari.
Jika posisi hilal tidak mungkin dirukyat karena berdasarkan hasil perhitungan posisinya masih berada di bawah ufuk, Muhammadiyah menggunakan istikmal sebagai jalan keluar ketika menghadapi kesulitan dalam penetapan hukum. Akan tetapi, jika hilal itu tidak mungkin dirukyat karena tertutup awan atau posisinya masih berada pada ketinggian yang belum memungkinkan dapat dilihat, maka jalan yang ditempuh adalah hisab.
Dengan demikian, penetapan awal bulan Qamariyah menurut Muhammadiyah, pada dasarnya dapat dilakukan melalui dua cara, yakni dengan melihat hilal (ru’yau al-hilal) dan hisab yang masing-masing dapat berdiri sendiri. Secara astronomis, hilal (crescent) itu adalah penampakan bulan yang paling kecil (tampak seperti garis lengkung) meng-hadap ke bumi yang terjadi beberapa saat setelah ijtima’.
Ru’yau al-hilal artinya melihat hilal pada saat terbenam matahari pada tanggal 29 bulan Qamariyah. Adapun yang dimaksud dengan hisab di sini, adalah perhitungan mengenai posisi hilal, apakah sudah berada di atas ufuk (wujud) atau masih dibawah ufuk (belum wujud). Hilal dapat dinyatakan sudah wujud jika matahari telah terbenam lebih dahulu daripada bulan.( Dadang Syaripudin, 2008)
Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah menetapkan bahwa 1 Ramadhan jatuh pada Rabu 11 Agustus. Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah memastikan, permulaan pelaksanaan ibadah puasa atau 1 Ramadhan 1431 Hijriyah jatuh pada Rabu, 11 Agustus mendatang. Kepastian ini berdasarkan hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Penetapan tersebut juga sudah tertuang dalam maklumat PP Muhammadiyah nomor 05/MLM/I.0/E/2010 tanggal 16 Juli 2010 yang ditandatangani langsung oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Din Syamsuddin dan Sekretaris Umum Agung Danarta.
Hasil perhitungan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Mumahhamdiyah menemukan bahwa ijtimak menjelang Ramadan 1431 H terjadi pada hari Selasa 10 Agustus 2010 pukul 10:09:17 WIB, sementara tinggi hilal pada saat matahari terbenam di Yogyakarta berada pada posisi (f = -07 48¢dan l = 110 21¢ BT) = +02 30¢ 03², artinya hilal sudah wujud dan diseluruh Indonesia pada saat matahari terbenam hilal sudah di atas ufuk.
Sehingga dapat ditetapkan 1 Ramadan jatuh pada tanggal 11 Agustus 2010. Sebelumnya, PWNU Jawa Timur juga sudah melansir perkiraan 1 Ramadan yang jatuh pada 11 Agustus atau bersamaan dengan penetapan oleh Muhammadiyah.
Disamping penetapan awal puasa, PP Muhammadiyah juga telah menetapkan hari raya Idul Fitri 1 Syawal 1431 H jatuh pada hari Jumat tanggal 10 September 2010. Sedangkan untuk pelaksanaan hari raya Idul Adha 10 Dzulhijjah 1431 H jatuh pada hari Selasa 16 November 2010. Jika tidak ada perubahan yang signifikan, pelaksanaan awal puasa dan hari raya Idul Fitri akan bersamaan dengan jadwal yang ada dalam kalender umum.
Sedangkan hari raya Idul Adha, kemungkinan akan berbeda, karena dipenanggalan umum tertulis tanggal 17 November 2010. Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menghitung bahwa ijtimak menjelang Dzulhijjah 1431 H terjadi pada hari Sabtu, 6 November 2010 pukul 11.53.04 WIB. Sementara tinggi hilal pada saat matahari terbenam di Yogyakarta pada posisi (f = -07 48¢ dan l = 110 21¢ BT) = +01 34¢ 23², yang berarti hilal sudah wujud dan di seluruh Indonesia pada saat matahari terbenam hilal sudah berada di atas ufuk.
Dengan demikian, tanggal 01 Dzulhijjah 1431 H jatuh pada hari Ahad tanggal 7 November 2010, sementara hari Arafah 9 Dzulhijjah 1431 H jatuh hari Senin, 15 November dan esok harinya hari raya Iduladha 10 Dzulhijjah 1431 H jatuh pada hari Selasa 16 November 2010.
Imbauan berkaitan dengan pelaksanaan ibadah puasa ini, PP Muhammadiyah juga mengeluarkan imbauan kepada seluruh umat Islam di Indonesia agar menjaga niat dan kemurnian ibadah puasa dan ibadah-ibadah lainnya sesuai dengan ajaran Islam yang menjadi pegangan umat Islam dengan semangat menjadikan Ramadan 1431 H ini sebagai metamorfosis kehidupan dan proses transformasi diri dari keadaan yang serba negatif kepada keadaan yang serba positif.
Kepada warga Muhammadiyah khususnya dan umat Islam pada umumnya dihimbau dapat mengambil keberkahan Ramadan dari semua aktivitas positif dan dapat memajukan Islam dan umat Islam, termasuk dari sisi ekonomi, sosial, budaya dan pemberdayaan umat.
Pada bulan Ramadan umat Islam hendaknya benar-benar berinteraksi dengan Al Quran untuk meraih keberkahan hidup dan meniti jenjang menuju umat yang terbaik dengan petunjuk Al- Quran. Berinteraksi dalam arti hidup dalam naungan Al Quran baik secara tilawah (membaca), tadabbur (memahami), hifzh (menghafalkan), tanfiidzh (mengamalkan), ta'liim (mengajarkan), dan tahkiim (menjadikannya sebagai pedoman).
Semoga Ramadan 1431 H akan mengantarkan umat Islam dan warga Muhammadiyah melintasi abad ilmu pengetahuan dan teknologi yang berbasis kemajuan informasi. Sedangkan Ramadan adalah bulan diturunkannya super-informasi, sumber dari segala sumber informasi yaitu Al-Qur’an, yang diturnkan kepada Rasusulullah saw untuk seluruh umat manusia. Marilah kita manfaatkan bulan Ramadan bulan yang penuh barokah untuk memperbanyak ibadah ritual dan ibadah social. Wallohu a’lam bishawab. ***

2

Sebagaimana ditegaskan Rasulullah menang dari dalam perang besar belum merupakan hasil perjuangan berat. Perjuangan yang paling berat adalah melawan hawa nafsu. Yang benar-benar disebut meraih kemerdekaan apabila kita mampu memenangi dalam melawan hawa nafsu. Kalau disadari, melawan hawa nafsu memang sangat berat. Dari segi bentuknya, hawa nafsu tidak pernah menjauhi kita, tetapi berada dalam diri kita sendiri.
Dari segi waktu, perjuangan melawan hawa nafsu tidak pernah reda atau berlangsung seumur hidup. Siapapun sulit menaklukkan hawa nafsu, kecuali mampu mendekatkan diri dan memohon perlindungan Allah. Menyadari hal ini, sangat penting memohon perlindungan kepada Allah siang dan malam agar senantiasa mampu melawan hawa nafsu. Perlu selalu merasa adanya pengawasan Allah kapanpun dan dimanapun berada.
Kalau kita memaknai dengan kehadiran bulan Ramadan tentu merupakan suatu momen yang paling tepat untuk memperbaiki makna kehidupan. Di bulan ini seorang muslim diharapkan dapat mengintropeksi dan merekonstruksi perjalanan hidupnya. Sasaran ataupun targetnya adalah agar fitrah yang sebenarnya dapat tercapai. Untuk meningkatkan semangat beribadah di bulan Ramadan, seorang muslim perlu mengetahui keutamaan, perjuangan dan harapan dalam menyambutnya.
Keutamaan
Di antara kelebihan Ramadan adalah, pada bulan ini orang-orang beriman dididik untuk berlaku disiplin dengan aturan-aturan Allah swt dan Rasul-Nya. Secara fisik, Allah mendidik untuk disiplin dalam mengatur pola makan. Secara psikis, Allah mendidik untuk berlaku sabar, jujur, menahan amarah, empati dan berbagi kepada orang lain, dan sifat-sifat luhur lainnya.
Secara fikri, Allah mendidik agar orang-orang beriman senantiasa bertafakkur dan mengambil pelajaran-pelajaran yang bermakna bagi kehidupannya. Disamping itu, Ramadan adalah bulan yang penuh rahmat, maghfirah dan pembebasan dari api neraka.
Ramadan merupakan bulan persaudaraan, dimana pada bulan ini Allah mendidik kaum muslimin untuk lebih mencintai dan peduli terhadap saudara-saudaranya. Rasulullah saw, mengajarkan agar kita ringan bersedekah di bulan ini, memberi makanan bagi orang yang berpuasa, menunaikan zakat, dan membuang dengki dan sifat-sifat buruk terhadap saudara kita.
Ramadan juga merupakan suatu momentum yang sangat tepat bagi kita kaum muslimin untuk menyamakan persepsi bahwa kita ini sebenarnya adalah satu tubuh. Apabila salah satu organ tubuh terserang sakit maka seluruh tubuh akan merasakan sakit yang sama. Diharapkan sifat peduli kepada antar sesama kembali bersemi setelah setahun pascaramadan tahun lalu yang mungkin sudah mulai pudar.
Diharapkan pascaramadan aneka amalan yang digalakkan selama Ramadan bisa terus berkelanjutan. Di samping itu, beberapa diantaranya kelebihan Ramadan adalah pada bulan ini orang-orang beriman dididik untuk berlaku disiplin dengan aturan-aturan Allah swt dan Rasul-Nya. Secara fisik, Allah mendidik untuk disiplin dalam mengatur pola makan.
Secara psikis, Allah mendidik untuk berlaku sabar, jujur, menahan amarah, empati dan berbagi kepada orang lain, dan sifat-sifat luhur lainnya. Dan secara fikri, Allah mendidik agar orang-orang beriman senantiasa bertafakkur dan mengambil pelajaran-pelajaran yang bermakna bagi kehidupannya. Disamping itu, Ramadan adalah bulan yang penuh rahmat, maghfirah dan pembebasan dari api neraka.
Perjuangan
Untuk sukses menjalani Ramadan, dibutuhkan perjuangan-perjuangan yang tidak ringan. Dalam hal ini Allah hendak mengajarkan kita bahwa untuk sukses dalam kehidupan dunia dan akhirat dibutuhkan perjuangan, yaitu bagaimana mengendalikan hawa nafsu kita agar tunduk dan patuh dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Karenanya, untuk memaksimalkan potensi Ramadan ini, sebagai seorang Muslim selayaknya kita melakukan beberapa hal.
Pertama, laksanakanlah ibadah Ramadan dengan cita-cita dan azzam (tekad) yang tinggi untuk memperbanyak ibadah pada siang atau malam harinya. Dalam bulan ini, disamping perintah berpuasa diharapkan menjadi momentum memperbanyak amal ibadah bagi umat Islam, dengan lebih giat lagi menambah amal kebaikan yang bersifat sunnatiyah (sunat), disamping yang bersifat wujubiyah (wajib).
Ini diperlukan untuk melatih diri dan mensucikan jiwa. Karena dalam bulan ini Allah membuka peluang bagi hamba-hamba-Nya untuk beribadah sebanyak-banyaknya dan pahala ibadah akan dibalas dengan berlipat ganda. Allah swt, mendidik kaum muslimin untuk merealisasikan misi hidup dengan senantiasa beribadah kepada Allah swt, sebagaimana firman Allah, katakanlah: “Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (Al An’aam:162-163).
Begitu juga interaksi kaum muslimin dengan Alquran dalam bulan ini harus lebih intens sebagaimana dicontohkan oleh generasi terdahulu yang mencurahkan waktu demikian banyak pada bulan Ramadan untuk berinteraksi dengan Alquran, baik dengan membaca, mentadabburi, dan mengamalkan kandungan-kandungan isinya.
Kedua, mengulangi kembali pelajaran-pelajaran yang berkaitan dengan puasa. Agar kita memasuki dan menjalani puasa dengan pengetahuan, pedoman-pedoman yang baik, serta pengalaman-pengalaman yang telah lalu. Pelajaran itu bisa seputar rukun, syarat sah, syarat membatalkan, perkara-perkara sunat dan makruh, dan hikmah yang terkandung didalamnya. Kita perlu menguatkan ruhiyah, yaitu menenangkan jiwa kita dalam menghadapi bulan puasa sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat.
Ketiga, memperbanyak doa, semoga Allah swt memberi kesehatan, tenaga, kelapangan, dan kesempatan mengerjakan puasa sampai tuntas. Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah supaya kita dapat berpuasa dengan hati yang jujur, tulus dan jauh dari riya’, ujub, dan segala penyakit yang menghilangkan pahala puasa.
Keempat, ucapkan tahniah (ucapan selamat) kepada saudara-saudara kita. Diriwayatkan oleh dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah senantiasa menggembirakan para sahabat saat kedatangan bulan Ramadan. Rasulullah menggembirakan para sahabat dengan sabdanya, “Sesungguhnya akan datang kepada kamu bulan Ramadan, bulan yang diberkati, Allah mewajibkan kamu berpuasa di dalamnya. Pada bulan Ramadan dibuka pintu-pintu surga, dikunci semua pintu neraka, dibelenggu semua setan. Di malamnya ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barangsiapa yang tidak memperoleh kebajikan pada malam itu, berartilah diharamkan baginya segala kebaikan untuk dirinya.” (H.R. Ahmad dan Nasa’i)
Semoga kita bisa mengoptimalkan bulan Ramadan untuk taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah), membersihkan hati, dan memperkuat simpul-simpul persaudaraan agar predikat taqwa dan orientasi kebahagiaan yang kita kejar bisa kita dapatkan.
Seorang muslim yang beriman akan menyediakan ruang yang seluas-luasnya kepada “tamu kehormatan” ini. Seorang muslim yang beriman tentunya akan menyadari akan keistimewaan bulan suci ini dibanding bulan-bulan yang lain. Bulan dimana segala kebaikan dikumpulkan, ketaatan dimakbulkan, segala doa dimustajabahkan, segala dosa diampuni, dan surga juga merindukan orang yang berpuasa Ramadan.
Tidak banyak di antara kita yang tahu persis tentang keistimewaan bulan ini. Rasul bersabda, “Jikalau umatku mengetahui akan kelebihan bulan Ramadan, sungguh mereka akan memintanya sepanjang tahun untuk puasa Ramadan.” Kita mesti menjadikan bulan ini sebagai bulan untuk merenungi dosa dan kesalahan yang pernah kita perbuat, menangisi diri di hadapan Allah, untuk meminta ampunan-Nya. Hal ini akan terhambat bila hati setiap muslim masih diselumuti kemunafikan dan kekufuran serta hati yang tidak istiqomah (tak berpendirian teguh).
Ramadan distigma sebagai bulan penyucian, bulan pengampunan, kita menjadi manusia baru sepanjang kita mampu melaksanakan puasa dengan iman dan ihtisab. Orang yang berpuasa yang berpauasa menjadi orang yang bersyukur menjadi manusia taqwa dan manusia yang cerdas. Luar biasa hikmah Ramadan.
Sebagai langkah awal adalah penting bagi kita untuk memahami bagaimana ”Ramadan bekerja” untuk menjadikan kita sebagai manusia Taqwa. Kita harus jujur bahwa kita bahwa bukanlah manuisa yang bersih. Ada banyak dosa yang telah kita lakukan. Bisa jadi dosa individu tetapi lebih banyak lagi dosa sosial. Ramadan adalah bulan yang paling tepat untuk memohon ampunan Allah .
Kondisi hati manusia memang tak pernah stabil, selalu berbolak-balik, menuruti keadaan yang dihadapinya. Ketika seseorang menghadapi kebahagiaan, maka hatinya akan merasa gembira, tapi ketika dilanda musibah, tidak sedikit orang yang berputus asa, lalu berpaling dari kebenaran. Kemantapan jiwa seseorang berbanding lurus dengan kualitas imannya.
Semakin menipis keimanan dalam jiwanya, maka semakin sering hatinya terguncang. Apabila keimanan dalam jiwanya begitu dalam (kuat), maka hatinya akan lebih stabil dan akan tabah dalam menghadapi berbagai kondisi yang dialaminya. Ketika seseorang mengalami kesedihan akibat dosa dan kesalahan yang pernah diperbuat, maka bisa jadi orang yang beriman akan menangis karenanya.
Khusus dosa sosial mekanisme pembersihannya tentu berbeda. Sebelum kita memohon ampun kepada Allah Swt, kita harus menyelesaikan dulu dengan orang-orang yang telah kita jadikan korban. Caranya bisa dengan dengan cara minta maaf jika kesalahan kita non material. Seperti fitnah, hasut, pembunuhan karakter, dan lainnya.
Bisa pula dengan pengembalian materi jika kita pernah memakan harta orang lain. Syukur-syukur orang itu mengijinkannya Sehingga peran Ramadan jelas pada gilirannya mendidik kita untuk tidak lagi melakukan dosa sosial.
Menurut Rasulullah, kalau difahami manfaatnya, bulan ini akan sangat diharapkan kehadirannya oleh setiap manusia. Di antara harapan besar adalah mendapat ampunan dosa. Namun disebutkan dalam Alquran, hanya orang berfirman yang dipanggil khusus.
Orang beriman memiliki tingkat kemauan, kemampuan, dan keikhlasan yang tinggi sehingga mampu merawat puasanya hingga meraih derajat taqwa. Karena itu, perlu menjaga iman termasuk juga mempersiapkan diri, ilmu, fisik, harta, dan kesiapan anggota-anggota keluarga.
Oleh karena demikian, bulan Ramadan seperti yang telah dijelaskan diawal tulisan ini, adalah bulan terkumpulnya segala kebaikan, dimustajabahkan segala doa, dan di bulan ini Allah akan mengampuni segala dosa bagi yang bertobat kepada-Nya. Mari kita semua menangis di bulan ini, menyesali dosa dan kesalahan yang pernah kita perbuat.
Tingkatkan amal ibadah, semoga ibadah Ramadan tahun ini lebih baik dari Ramadan sebelumnya. Bertobatlah dengan penuh penyesalan karena hakikatnya kata Nabi, ”Tobat itu adalah penyesalan.” Semoga Allah mendengar tangisan penyesalan kita dan Allah ampuni dosa serta berikan kemuliaan dan kebaikan kepada semua kita yang berpuasa Ramadan dengan dasar tersebut.
Ramadan yang akan kita lalui pada tahun ini jangan sampai kita lewatkan begitu saja, tanpa peningkatan kualitas diri. Maka menjadi kewajiban kita bersama untuk memanfaatkan Ramdan tahun ini.
Akhirnya semoga Ramadan tahun ini benar-benar dapat kita jadikan sebagai momentum untuk lebih mendekatkan diri kepada Alquran. Agar kita dapat menjadi manusia yang termasuk orang beriman, menjadi hamba Allah yang berhasil dalam ibadah Ramadan dengan memperlihatkan ketaqwaan yang semakin kukuh kepada Allah Swt.
Maka semakin gemarlah kita melaksanakan perintah- Nya dan menjauhi segala bentuk larangan-Nya dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun. Bukan hanya pengakuan di hati dan mulut, namun juga dari perilaku yang sesuai dengan kriteria orang beriman menurut Allah dan RasulNya. ***
Puasa: Antara Kewajiban dan Rutinitas


3

Tahun ini, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, umat Islam kembali bertemu dengan bulan puasa Bulan dimana diwajibkan untuk puasa. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kamu puasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu menjadi orang-orang yang bertakwa (al-Baqarah;183).
Melaksanakan puasa terkait erat dengan eksistensi keimanan seorang hamba Allah. Makanya, diawal ayat ditegaskan; ”hai orang-orang yang beriman”. Dan tidak kalimat ”hai manusia”, sebagaimana juga ditemukan dalam ayat-ayat lainnya dalam al-Qur’an. Ayat ini jelas menunjukkan, bahwa puasa hanya bagi orang-orang yang betul-betul memiliki keimanan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai sebuah kewajiban, ibadah puasa itu memiliki toleransi-toleransi tersendiri, seperti juga ibadah salat. Jadi tidak ada alasan bagi umat Islam untuk tidak melaksanakan salah satu rukun Islam ini.
Ada yang mengatakan, puasa tidak diwajibkan bagi orang yang sakit dan sebagainya. Pada hakekatnya bukan pada pelaksanaan puasanya, tetapi pada tata caranya. Bukankah masih diwajibkan kepada orang yang tidak mampu itu membayar fidiyah atau sebagainya. Itu menunjukkan bahwa puasa itu wajib dilaksanakan. Lain halnya dengan Haji yang hanya dilaksanakan bagi orang-orang yang mampu. Dan tidak ada kewajiban bagi orang yang tidak mampu untuk membayar fidyah atau lain sebagainya.
Pada hakekatnya puasa memiliki tujuan yang sangat unik, yakni mengendalikan hawa nafsu. Allah SWT sendiri telah menurunkan kenikmatan ke dunia ini tidak terhingga, sehingga dalam salah satu ayat Allah menyebutkan, bahwa jika kamu menghitung nikmat yang aku turunkan, seumpama digunakan seluruh ranting didunia sebagai pena dan seluruh laut dijadikan tintanya, niscaya tidak akan cukup menghitung nikmat itu.
Kecintaan Allah SWT kepada hambanya memang tidak bisa dilihat secara kasat mata. Nikmat yang telah diberikan Allah, merupakan refresentasi dari kecintaan itu. Coba bayangkan kalau Allah mencabut satu nikmat saja dalam kehidupan kita. Hilang satu anggota tubuh, umpamanya, akan sangat terasa tersiksa bagi orang yang selama ini memiliki anggota tubuh yang lengkap. Atau contoh terkecil, nikmat makan. Kalau Allah mencabut kenikmatan itu dengan membuat sakit gigi, maka nikmat makan itu akan hilang seketika. Masya Allah.
Dalam surat al-Baqarah ayat 183, sebagaimana yang dikutip di atas, termaktub tiga hal yang penting untuk diperhatikan yakni terkait dengan; himbauan, kewajiban beserta alasannya, dan tujuan. Himbauan dan kewajiban itu satu hal yang biasa terjadi. Namun, tujuan adalah sesuatu yang menjadi penentu dari setiap jalan yang dilalui. Untuk puasa, maka tujuan itu bisa tercapai dengan menghayati arti puasa sehingga menjadi ”orang-orang yang bertakwa”.
Ahli tafsir Prof. Dr. M. Quraish Shihab menyebutkan, ada dua hal untuk menghayati arti puasa. Pertama, manusia diciptakan Allah dari tanah, kemudian dihembuskan kepadanya Ruh ciptaan-Nya, dan diberikan potensi untuk mengembangkan dirinya, sehingga mencapai satu tingkat yang menjadikannya wajar untuk menjadi khalifah dalam memakmurkan negeri ini. Kedua, dalam perjalanan manusia menuju ke bumi, Adam melewati (transit) di surga, ini dimaksudkan agar pengalaman yang diperolehnya di sana dapat dijadikan bekal dalam menyukseskan tugas pokoknya di bumi. Pengalaman tersebut antara lain dalah persentuhannya dengan keadaan di surga itu sendiri.
Ada lima kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yakni kebutuhan fa’ali (makan, minum, dan hubungan seksual), kebutuhan akan ketentraman, kebutuhan akan keterikatan pada kelompok, kebutuhan akan rasa penghormatan dan kebutuhan akan pencapain cita-cita. Puasa yang kita laksanakan setiap tahun adalah untuk mengekang nafsu-nafsu atas keinginan duniawi.
Puasa itu pada intinya pengendalian diri. Mengendalikan atas kebutuhan fa’ali tersebut dengan waktu-waktu tertentu. Sukses dalam mengendalikannya maka itu adalah jalan keberhasilan dalam mengendalikan kebutuhan yang lainnya. Ketamakan, ria, iri dan dengki, sesungguhkan adalah sifat-sifat yang menjerumuskan manusia dalam kekufuran kepada Allah.
Tapi kita perlu mengoreksi diri, bahwa ada kesan, momen puasa yang datang setiap tahun, seperti terserap dalam makna lahiriah dan cendrung bermakna rutinitas. Sehingga puasa tidak dianggap lagi sebagai sebuah tempat untuk mengoreksi dan intropeksi diri. Puasa tidak dijadikan cermin untuk berkaca.
Sebaliknya, puasa sudah menjadi gaya hidup, bahwa puasa hanya untuk menahan lapar dan haus dan melarang menjalani hubungan suami istri pada waktu-waktu yang ditentukan. Dan puasa dijadikan hanya sebagai sebuah proses untuk menumpahkan perhatian pada kegembiraaan duniawi pada akhir masa puasa itu.
Kegembiraan dalam menyambut puasa dengan berbagai persiapan –bahkan ad dengan perayaan—dan kegembiraan menjalankan puasa tidak terletak pada seberapa besar kita menghabiskan uang untuk membeli kebutuhan keluarga. Kegembiraan puasa terpancar dari wajah-wajah orang-orang yang melaksanakan perintah puasa dengan khusuk, dan menghayati makna puasa sepenuh hati. Bukankah interaksi si kaya dengan si mikin tercermin dalam puasa?
Coba kita merenung, orang-orang yang selama ini tidak mampu dan baru bisa makan kalau ada yang memberi, bahkan sampai berhari-hari hanya makan seadanya. Dengan puasa, kita semua merasakan itu. Kita merasakan lapar, haus dan sebagainya. Rasa yang selama ini hanya ditanggung oleh fakir miskin. Pada bulan ini, Allah mengingatkan kita bahwa manusia pada hakekatnya merupakan sebuah umat yang satu, yang diciptakan untuk beribadah kepada-Nya.
Janji Allah SWT diakhir surat al-Baqarah ayat 183 hanya bisa tercapai dengan seberapa jauh kita bisa mengekang hawa nafsu. Dan Syaitan –sebagai mahluk yang diciptakan untuk menggoda manusia bermain di wilayah hawa nafsu itu tadi. Dari sanalah puncak seseorang itu lari dan kufur dari nikmat Allah.
Dalam sebuah kisah, usai jihad dalam perang Badar, Rasulullah SAW berseru kepada kaum muslimin, bahwa usai perang ini, masih ada jihad yang lebih besar yang akan dihadapi umat muslim.”Jihad apa itu ya Rasulullah?” Tanya para sahabat. “Jihad melawan hawa nafsu, itulah yang disebut jihad akbar.”
Puasa yang datang setiap tahun ini adalah momentum yang tepat bagi kita umat Islam untuk mengoreksi dan intropeksi diri, yang merupakan bagian dari presentation of self (penyajian diri) terhadap sang Khalik. Inilah saya, yang mempersembahkan diri untuk-Mu.
Sebagai bulan yang penuh rahmat, Allah membukan pintu tobat sebesar-besarnya, dan memberikan berbagai bonus pahala bagi yang beramal sholeh. Kita perlu bersyukur, ada satu bulan dalam setahun yang disediakan kepada ummat muslim untuk berbuat amal yang balasanya yang diberikan Allah berlipat ganda. Inilah bulan ramadan, dimana nilainya lebih baik dari pada seribu bulan.
Namun, kita juga harus mengarifi apa yang disampaikan Nabi Muhammad SAW: ”Betapa sedikitnya orang yang shaum, dan berapa banyaknya yang kelaparan.” Dalam hadist lain disebutkan, “Banyak sekali orang yang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga.”
Menutup tulisan ini saya mengutip firman Allah; “Kamu tidak tinggal (di bumi), melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui. Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami? Maka Mahatinggi Allah, Raja yang sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan yang mempunyai ’Arsy yang mulia. (QS Al Mu’minuun: 114-116). Marhaban ya Ramadan. ***

M. Raudah Jambak, lahir di Medan, 5 Januari 1972. Beberapa karya masuk dalam beberapa antologi, seperti Tanah Pilih (antologi puisi Temu Sastrawan Indonesia I) dan Jalan Menikung ke Bukit Timah (antologi cerpen Temu Sastrawan Indonesia II).