Arsip Blog

Jumat, 18 Oktober 2013

SAJAK PILIHAN LOMBA BACA PUISI KOMUNITAS HOME POETRY 17 Nov 2013/ DAN FORMULIR PENDAFTARAN



SAJAK SYAFRIZAL SAHRUN
JANGAN SALAHKAN AKU JIKA AKU JADI MAU
Kepada Para Koruptor

Di sisi celanamu yang menganga
Kutengok ladang bunga-bunga
Beragam warnanya
Bikin aku terpakudaya

Tak hendak mata beranjak jauh
Walau kuhalau jauh-jauh
Salahkah bila kuhendak
Kalau kau yang mengitak

Ini semacam pukau
Aku jadi lembu yang dicucuk hidung
Lalu tertumus di situ
Tanpa malu
Tanpa ragu

“Dosa kira bekang
orang ini kesempatan”

Kau macam perawan
Ngangkang di sofa
Aku Cuma singgah barang sejenak
Tapi aku tengok itu
Dalam malu-malu
Aku jadi mau

Di sisi celanamu yang menganga
Ku tengok ladang bunga-bunga
Mekar iya semerbak baunya
Sebagai kumbang aku datang
Penuhi undang

Jangan salahkan aku
Bungamu yang menggamitku
Jangan salahkan aku
Baumu menjeratku

Percut, 13 April 2013


SAJAK SARTIKA SARI
KAMPUNG DELI
/1/
untukmu kususun larik puisi ini
meski matahari lebih dahulu
meraut tubuhmu
memecah belah tetanah
menghisab perdu
menyusu di payudara
sampai kerontang
/2/
setegar srilelawangsa,
jejak-jejak guru kusimpan
harum kembang setaman
biar angin tak membawa pulang
kotoran jalang
/3/
langit yang bisu itu memar
mengumpuli sisa bakaran
menumpuk di ketiakmu
lambat laun membikin gundukan
semacam ini,
amsal himpitan
/4/
kampung deli,
jejak direkam kebisuan
petang dan malam dikoyak
badan-badan kesurupan
sepuntung rokok, sebotol alkohol
dan jam diputar-putar nominal.

Medan, Sketsa Kontan


SAJAK DAMIRI MAHMUD
TENTANG SEBUAH KEBERUNTUNGAN

tentang sebuah negeri
dibangun di atas
tanah subur unfortenately
sibuk memanggil-manggil raksasa
memamah rerumputan
seluruh permukaan
menyelam ke dalam kolam
danau dan lautan
mengunyah perut bumi
dan menyemburkan
aroma dan haruman
yang kita hirup
dalam setiap mimpi
kenangan yang melambai
di atas dermaga dan pelabuhan

tentang seutas rerumputan
yang berdoa penuh harap
sebelum digarap
dan dilalap
dikemas dalam sinetron
kembali ke angan-angan

tentang seonggok ironi
kita bangun
di atas universitas
dan akademi
menyusunnya ke dalam mitologi
tak habis-habis
kita kagumi
setiap menghirup segelas teh
dan semangkok nasi

tentang apa lagi
supaya aku lengkap mengenangmu
sebelum mati?

1 Ramadhan 1427

SAJAK HASAN AL BANNA
MENUJU MUASAL RINDU
melintasi riak yang lasak
sambil menghafal derak angin yang tersedak
maka berkayuhlah aku
ke dermaga-Mu

entah bila tiba
sebab di laut-Mu, siapa yang berani menerka-nerka
rahasia cuaca?
pun gurat-gurat di tapak tangan
tak lah abjad-abjad penggugur bala
tak pula peta penakluk perjalanan

lalu bakal puntung dayung, nak karam sampan
jika tidak dengan ketangguhan iman
layar dibentang
dan di pucuk dermaga-Mu
simpul sampanku tak kunjung tertambat

pula iya, sebab pada waktu
yang terus bergasing
berkali-kali lampu suar mengerling, tak ubah alarm
yang berdering
menggambarkan sampan yang gelincir

tapi khianatku berjelaga, tak punah
kujala-jala dosa
tak penat kutangguk-tangguk angkara
sehingga ombak-Mu menyedot kendaraku
ke palung karma

o, dalam geletar kurapal-rapal doa
kuracik-racik taubat
di sisa ajal
kurakit-rakit pecah sampan
kuikat-ikat patah dayung

hingga aku paham, ini sampan tidak hanya diketam
dari doa-doa malam
musti ada pekik luka, ada gelegak peluh
dan kuak mata yang merubuhkan tangis

ialah menghanyutkanku ke muasal rindu, o, Kau yang
tak layu-layu.

Medan, 2006
SAJAK AFRION
PERTIKAIAN TANAH DELI

Sabanhari, sepanjang waktu di tanah Deli
pertikaian tak henti
waktu pintu terbuka
segala yang tampak melayang di udara
saling tidak mengenali tanah kelahiran
semakin jauh tertikam semakin dalam terbenam

Di sungai Deli
segala raung adalah segemuruh tubuh
menikmati air beracun limbah
tiada perahu tiada kapal berlayar ke laut bebas
sungai dengan kepurbaan riwayat
mengabur situs menjadi abu batu

Tak ada yang dapat dihalau
daulat tuanku; abdi tubuh abdi hidup di bumi

Tidak sesejuk angin sejernih mata gunung
mencium harum tubuhmu

Airmata keruh; menangis di tanah guguran daun daun
sejak lama diapit pohon kamboja
kepala suku empu dan datuk datuk
pulang menatapmu kini dengan tubuh pucat pasi
seperti awan langit senja
pulang menatapmu kini bagai ditenung segala dewa
jadi bangkai peradaban
dihuni belulang tulang

Abdi raja mengeluh luluh tengkurap
dilamun petaka tanah ulayat dijarah
digarap puluhan perantau

Tiada tempat menanam pangan
mendulang gabah
menambang batu tanah liat

Perantau menguasai laman rumah
membangun gedung gedung
membakar pohon pohon
alangkah tidak mengenakkan
tidak senyaman dulu mereka nikmati indah tubuhmu
merasakan hembusan angin turun

Sejak daun kamboja di batu cadas
menyimpan segara riuh, segemuruh napasmu
raja dalam istana tanpa tahta dan singgasana
tahun tahun gusar di tengah musim angin laut
lalu membiarkan langkah mencari suaka
meniupkan dupa untuk santapan dewa

Meneteskan airmata langit berkabut
lalu antara bayangan memanjang
melewati negeri gelap gulita
segala menghilang penuh khianat tanah huma
tanah ulayat negeri beradat
dijemput takdir kematian

Medan, 2008
SAJAK M. RAUDAH JAMBAK

LELAKI TUA DI TENGAH DANAU 

o, batara guru… kubuat tuah ni gondang dengan tujuh kali putaran dari gondang mula-mula somba-somba maupun liat-liat

angin mengelus, air mengalir pada danau segala desau adakah rahasia pada segala atau hati sembunyikan misteri padamu, padaku, atau pada kita

o, batara guru… kulakukan mangase homban agar senang si boru saniang naga agar senang si boru deak parujar agar terjaga tanah negeri kami

riak-riak menciptakan irama para bocah yang berebut mencapai dasar, ah, adakah rindu masih terpaut atau dendam masih tersudut padamu, padaku, atau pada kita

o, batara guru… sampaikan kepada ompu mulajadi na bolon jagalah bona ni pinasa segala suka jagalah bona pasogit segala cita jagalah hati kami dari segala angkara

menarilah dengan penuh sukacita bernyanyilah dengan segala keindahan nada angin akan membawa kabar berita air akan menyatukan segala cinta padamu, padaku, atau pada kita 

2013

SAJAK M. RAUDAH JAMBAK
SEJARAH KOPI

ada catatan
tentang pertanyaan
orang-orang yang kehilangan
jawaban

hanya menunggu
cara terakhir
yang paling jitu
menghapus dugaan

di antaranya
ada yang luput 
meracik kesabaran
atas ketidakberdayaan

sementara yang lain
hanya berharap
tersingkapnya tabir
tirai takdir

lantas adakah catatan lain
dari sejarah kehitaman
tentang pahit manisnya
segala kenang?

(2013)