Negeri ini Milik Penguasa
Kemarilah, kau lihat aku yang telah tolol ini selalu termangu
Menunggu selembar buku
Amatilah aku dengan cermat
Aku adalah anak bangsa yang mempunyai cita-cita
Kini aku hany terduduk menunggu
Serta mengajukkan anak jari ke atas mentari
Mencari alpabet yang terserempet kerakusan
Matuku memerah, lelah mengoyak puing-puing rembulan
Bajuku kusut diterjang dasi penguasa negeri
Yang selalu memperindah diri
Aku buta
Oleh tajamnya aksara yang selalu melintas di bola mata
Dan tak pernah singgah
Ah, aksara itu hanyalah sebuah senjata
Bagi mereka
Tuan, lihat telapak tanganmu yang lembut
Telah menggenggam sapul buku kami
Tuan, lepaskanlah ia biarkan ia terpajang
Di etalase-etalase rumah kami
Seperti itupun jadi
Sebab kami tak ingin mati tanpa budi
Atau tak memiliki nurani
Medan, 2008
KOMUNITAS HOME POETRY, lahir di gang baru, 5 Januari 2007, yang lalu. Pada sebuah rumah mungil, yang kemudian kami sebut dengan rumah puisi. Awalnya, hanya sebuah kerja penciptaan karya puisi, diskusi pun mengulasnya. Tidak mengenal lelah dan resah. Terkadang kami tembus ruang dan waktu. paGi ke pagi. Ah, di rumahnya Kami, RUMAH PUISI
Arsip Blog
- Mei (9)
- Maret (1)
- Desember (3)
- November (2)
- April (1)
- April (1)
- Maret (19)
- Februari (2)
- Juli (3)
- Oktober (5)
- Januari (2)
- September (1)
- Agustus (1)
- Juni (3)
- April (2)
- Desember (3)
- Juni (1)
- Mei (1)
- Maret (2)
- Februari (2)
- Januari (1)
- Desember (1)
- Agustus (5)
- Juli (5)
- April (1)
- Maret (2)
- Februari (1)
- November (7)
- Juli (1)
- Juli (4)
- Juni (3)
- Mei (16)
- April (9)
- Maret (26)
- Februari (14)