Pagi
Pagi masih terselimuti dingin kabut
Tak kuat mata menahan tangis yang tak tertahankan lagi
Terus di tahan selama perjalanan pulang
Belum jua masuk ke dalam rumah, sudah tak kuat lagi
mengalir air mata sembari berjabat tangan dengan keluarga duka
diam duduk sambil sesekali menyeka
wajah menunduk belinangan air mata
dan hanya menunduk
terdiam
mengalir air mata.
Keluar sejenak, beriringan linangan air mata.
Mandi, duduk, makan, minum bercucuran lagi
Berdiri mematung
tak kuasa lagi menahannya,
air mata tumpah.
Malam
Duduk di kursi usang, terbersit kenangan, mengalir air mata
Semakin deras
Semakin deras
Semakin deras
linanganku.
Malamku bertumpuk kesedihan mendalam kehilangan
kehilangan sahabatku ‘kakekku’.
Pagi
Mengalir lagi air mataku.
Kepulanganku kepulangannya
(Ahmad-diklat puisi)
KERTAS HITAM
Kertas hitam
yang tertinggal
di atas meja tadi pagi
Tak sempat kubaca
Hanya guratan kasar yang
sempat kupahat
sebagai jejak
Rindu yang terjebak
(Risdiana Liline-diklat puisi)
KOMUNITAS HOME POETRY, lahir di gang baru, 5 Januari 2007, yang lalu. Pada sebuah rumah mungil, yang kemudian kami sebut dengan rumah puisi. Awalnya, hanya sebuah kerja penciptaan karya puisi, diskusi pun mengulasnya. Tidak mengenal lelah dan resah. Terkadang kami tembus ruang dan waktu. paGi ke pagi. Ah, di rumahnya Kami, RUMAH PUISI
Arsip Blog
- Mei (9)
- Maret (1)
- Desember (3)
- November (2)
- April (1)
- April (1)
- Maret (19)
- Februari (2)
- Juli (3)
- Oktober (5)
- Januari (2)
- September (1)
- Agustus (1)
- Juni (3)
- April (2)
- Desember (3)
- Juni (1)
- Mei (1)
- Maret (2)
- Februari (2)
- Januari (1)
- Desember (1)
- Agustus (5)
- Juli (5)
- April (1)
- Maret (2)
- Februari (1)
- November (7)
- Juli (1)
- Juli (4)
- Juni (3)
- Mei (16)
- April (9)
- Maret (26)
- Februari (14)