Arsip Blog

Kamis, 21 Februari 2008

Puisi Puisi M. Raudah Jambak

MENERAWANG PATUNG-PATUNG BERBAJU
Alangkah indahnya menerawang patung-patung berbaju
Berdiri terpaku menjelma tugu-tugu yang disekitarnya
Menjadi taman bermain-anak cucu
Alangkah anehnya orang-orang dewasa yang memandang
Takjub anak-anak berusia belia tak berbaju, lalu menghardik
Anak sendiri yang memang tidak perduli
Lantas apakah kita seperti patung-patung yang termenung
Anak-anak berusia belia tak hendak berteriak
Memandang sebuah ketelanjangan yang memang
Sebatas kebiasaan
Lantas apa bedanya kita dengan hewan
Yang berpakaian dianggap sekedar hiasan
Lalu dijadikan gurauan
Dan alangkah anehnya sebuah keindahan kesopanan
Tak mampu diukur dengan batasan
Tak mampu dicerna dalam pikiran
Atau karena memang sudah menjelma
Kebiasaan menjadi kebisaan
Medan,06
ANGAN-ANGAN DIGUYUR HUJAN DEBU MENGENDUS BATU-BATU
:mengelus uncen,memapah abepura
Entah mengapa sore ini para semut memenuhi sepanjang
Badan jalan merambat tak beraturan.rambu-rambu
Berdahan rendah ditebas tanpa balas terseret pada trotoar
Kebisuan,ketika itu angin berwarna kusam diguyur hujan debudebu
Entah mengapa sore ini para semut memadati sepanjang
Badan jalan menyeruak tak beraturan menambah pecah
Pusat-pusat kebisingan.slogan kata-kata yang tiarap direranting
Pohon, merayap ditetiang listrik hanya mampu terpaku –membisu,
Ketika itu angin bersayap buram mengendus batu-batu
Entah mengapa sore ini para semut pasrah sepanjang
Badan jalan terkapar dengan desah tertahan ditembus deru peluru,
Memperjuangkan angan-angan yang mengawan
Tak berkesudahan, diguyur hujan debudebu-mengendus batubatu
Medan,06
TELAH TERUKIR RANTING DAUN SAMPAI SEJARAH PALING AKHIR
Telah terukir ranting daun pada kelopak mataku
Akarnya meranggas menembus sampai ke kulit paling akhir
Mencari celah-menyusuri darah, dan merambat
Ke puncak otak setelah melewati danau hati
Aku tak sempat menarik napas , ketika daun-daunnya
Merimbun pada kornea yang menjingga. Butiran-butiran embun
Menyeruak di sudut-sudut daun,
Membasah resah, membaca segala
Telah terukir ranting daun pada kelopak mataku
Rahimnya membuahkan berjuta aksara dari kulit paling akhir
Merenangi sungai darah, dan hanyut di hulu otak menembus batu hati
Aku tak sempat menahan isak, ketika gemuruh jantung menghentak.
Membobol waduk air mata-membanjir luka, mengugurkan daun-daun-
Membusukkan segala
Telah terukir ranting daun pada kelopak mataku
Gemulai dihembus angin yang mengerang garang
Akarnya meranggas menembus kulit paling akhir
Rahimnya membuahkan berjuta aksara duka dari kulit paling akhir,
Lukanya menganga pada pedih memerah, di kulit paling akhir, sampai
Sejarah perdaban yang paling akhir
Medan,06
TANGIS GERIMIS ADALAH
Tangis gerimis adalah air mata gadis yang perih
Ketika menanak luka, mengalir di sungai-sungai nestapa,
Menderas arusnya
Tangis gerimis adalah air mata gadis yang menjelma
Butiran-butiran mutiara kaca, menggores di ruang-ruang batin
Tanpa jiwa, mendarah lukanya
Tangis gerimis adalah musik-musik jiwa yang memenuhi gua hampa,
Menggema tanpa alunan nada, yang memanah aura pesona
Tangis gerimis adalah
Luka di sungai-sungai nestapa, butiran-butiran mutiara kaca
Tanpa jiwa, atau gua hampa tanpa alunan nada
Medan,06
AKU MENJADI ANGIN
Aku menjadi angin
Yang bebas lepas menari kesanakemari
Mencium harum-mengelus daun-daun
Di taman hatimu
Medan,06
KEPOMPONG HUJANKU MENETESKAN KUPU-KUPU
Kepompong hujanku meneteskan kupu-kupu
Ulat-ulat menguap dari setiap sudut sejarah lelah
Meliuk-liuk diantara pori-pori tanah
Membasah di akar desah
Lalu, kubasuh wajah matahari
Kerontangkan rumput sepanjang savana
Membakar borok liang birahi, diantara
Kapas-kapas yang berbaring di paha
Menggeliatkan para wanita penyulam awan
Kepompong hujanku
Meneteskan kupu-kupu
Memburu bunga sepanjang savana
Menyedot madu
Medan,05
SEHABIS KHATAM HUJAN
Sehabis khatam hujan pada ayat terakhir perjalanan
Debudebu kota telahlama membatu, melafazkan
Gemertak almanak yang melangkah kaku sepanjang
Alif ba ta cinta
Lalu sepenuh daun kering menguning menyesakkan keranda
Luka di bawah deraknya pohon kamboja, dan kita bertanya
Kembali pada cuaca,”adakah kita tuliskan catatan-catatan
Surga?”
Medan,05
BAU ANYIR YANG MENGUAP
Bau anyir yang menguap dari liang ketiak dan selangkang
Mulai dari modul bayi berusia hari ini sampai labi-labi
Riwayat akhir nanti. Sekali menyulam dengkur-berdebur
Sekian rupiah. Ada yang diam-diam buang nafas
Diantara rimbunan ampas
Seorang lelaki berumah buncit bersetubuh
Dengan lubang senggama mimpinya
Dengan mulut berbusa-menganga
Sementara seekor ayam betina mengacak-acak rambut
Kemaluanku, sebelum memberi cinderamata luka
Pada seperampat perjalanan menuju kota.aku menghitung
Ketukan nada aroma disetiap tarikan nafasku, disetiap
Tetes keringatku
Bau anyir menguap
Diantara nafas kotoran
Berubah sayap pada jendela
Bogor,04
BIDADARI YANG MENARI
Aku bermimpi tentang bidadari yang sedang menari
Di antara arak awan yang menawan, dan diantara
Pelangi yang menyemai seni sari-sari
Aku bermimpi tentang bidadari yang sedang menari
Lalu mengajakku membakar birahi
Jakarta,05
BERITA TERKINI HARI INI
Berita pengumuman pegawai negeri
Yang terkini hari ini masih saja ribuan tikus menjelma
Bidadari, mengunyah-kunyah nomor uji, seperti menjerat
Kursi sidang komisi di setiap ruang rapat fraksi
Giginya yang tajam menghunjam dalam-dalam serat saraf
Menghamburkan cairan dan kotoran yang memabukkan
Berita pengumuman pegawai negeri
Yang terkini hari inimasih saja ribuan tikus menjelma
Bidadari, sementara seekor kucing hanya bisa menganga
Menjelma kuda
Medan,06
CITA-CITA YANG JUJUR
DAN KEINGINAN YANG ADIL
Sekolah, Nak
Jika memang sekolah itu mampu mewujudkan
Cita-citamu menjadi dokter yang mengobati
Negeri yang sedang sakit ini, pahami semua
Mata pelajaran, jangan hanya hitung-hitungan saja
Sebab pikiranmu nanti akan tertanam
Sekadar keuntunganmu pribadi
Buta dengan kerugian orang lain
Boleh, Nak
Kau boleh jadi jaksa, apalagi jadi hakim
Tapi hati-hati, sebab kau akan tergelincir
Hanya untuk mempermainkan hati nurani di balik
Gelar yang kau pugar, dan jika masih begitu
Lebih baik kau jadi pedagang saja yang jelas
Ukuran timbangannya, itupun jika kau pedagang kecil
Seandainya kau pedagang besar, maka kau akan merepotkan
Pemerintah dengan kerugian yang milyaran
Siapkan dirimu jadi pemimpin, Nak
Sebab banyak pemimpin yang lebih siap
Jadi anak buah, pesuruh atau pecundang
Dalam pikiran mereka rakyat bukan apa-apa
Jika negara adikuasa yang mengerdipkan mata
Agama hanya jadi rawa-rawa penghalang
Akal bulus keinginan mereka menaikkan tarif
Setinggi-tingginya,menghukum maling ayam
Dengan cara yang paling jahanam
Sementara pelaku korupsi masih diberikan
Hukuman bergaransi
Sekolah, Nak
Jika memang sekolah itu mampu menjadikan kita
Manusia berakal budi-berhati mulia
dalam setiap detik mengalirlah do’a-do’a
memohon kepada sang pencipta
karena dialah yang layak sempurna dipercaya
medan,03

1 komentar:

  1. mohon selain karya puisi, abang-abang juga membuat ulasan puisinya agar saya dapat masukan juga. Terimakasih

    BalasHapus

Terima kasih anda telah meninggalkan komentar yang kami butuhkan selanjutnya kami akan menghubungi anda atas apresiasi yang diberikan, Salam