Arsip Blog

Selasa, 15 April 2008

PENYAIR INDONESIA

kawan, bagimu mungkin aku sekadar sekrup
untuk mesin ambisi yang setiap saat
dapat kau putar arahnya sesuka hati

tidak kawan, aku manusia berjiwa
yang bersetia dengan beragam cuaca
tak pantas kau tujukan
kata-kata itu padaku: pengkhianat!

Medan, Pertengahan September 2005

Hidayat Banjar

Rumah Impian

rumah impian, rumah ketenangan
disusun dari tetes keringat dan air mata
satu-satu tetes keringat berubah jadi bata,
semen, dan atap
satu-satu tetes air mata berubah jadi fondasi,
tiang, pagar, dan jendela

rumah impian, rumah ketenangan
sendiri saja dirangkai
dengan tali kasih memayungi anak-anak
suami terkapar di jalanan
ditinggal begitu saja
dalam peristiwa tabrak lari

malam-malam ditampungnya air mata
dimasukkan ke dalam botol dot
paginya disedot sebagai susu
oleh keenam anak sibiran tulang

kini anak-anak sudah dewasa
dan membangun rumah impiannya masing-masing
jadilah wanita itu sebatang pohon di tengah gurun
dalam kemesraan sepi yang panjang

Medan, Akhir November 2006





Hidayat Banjar

Demo Negeri Alpabet

suatu hari di negeri alpabet
berhimpun para huruf dari a sampai z
dengan aneka jenis: times new roman, arial,
palatino, book antique, dan lain sebagainya

“mari mogok! manusia sudah sangat keterlaluan
memanfaatkan kita dengan beban makna
sesuka hati serta semau mereka,” tandas a
“apakah tidak akan terjadi chaos?” tanya s yang santun
“bukan urusan negeri alpabet,” sergah b

akhirnya diputuskanlah
penduduk negeri alpabet harus melakukan demo
agar manusia tidak sembarangan
memanfaatkan mereka dengan beban makna
sesuka hati dan semaunya saja

negeri alpabet harus terbebas dari beban makna
yang tersusun dalam rangkaian kata

manusia, bukanlah manusia
kalau tak mampu menghadapi demo
negeri kerdil yang bernama alpabet

negeri itu ada di jemari, lidah,
otak dan hati manusia
sehigga dengan sangat mudah
dipermainkan begitu saja

maka adalah sangat wajar
pada titik tertentu
kata kehilangan makna

Medan, Awal Desember 2005







Hidayat Banjar

Rekanku dan Dunia Maya

ada rekanku yang sepanjang usianya
nyaris habis di depan kotak kaca
berselancar di dunia maya
dalam kesendirian meretas ruang dan waktu
hanya dengan jari telunjuk
diselusuri labirin-labirin
dari gedung putih hinga bursa seks
dari ulama hingga penjahat
dari ibu suci sampai pelacur
kadang terkekeh-kekeh sendiri
waktu yang lain mengerutkan kening
sesekali orgasme dan tertidur pulas
adakalanya menangis tersedu-sedu

antara realitas dan semu
bersimpangasiuran di batok kepalanya
higga sukar membedakan celana atau pantat
tercampak ke dunia nyata
gemetar kakinya menjejak bumi
silau mata menangkap cahaya sebenarnya


Awal Desember 2005


Hidayat Banjar

Kisah dari Negeri Semut

seekor nyamuk terkapar di sudut rumah
kekenyangan usai menghisap darah manusia
dalam sekejab beramai-ramai semut mengerubungi
nyamuk tak dapat melawan
dibawa ke gudang penyimpanan makanan
yang tak terlihat dari jendela dunia

di tengah perjalanan melelahkan
cicak mengendap-endap menyaksikan
sedapnya santapan dihedangkan para semut baik hati
dengan satu juluran lindah, nyamuk dan beberapa semut
yang coba mempertahankan makanan mereka
berpindah ke rongga mulut cicak
selanjutnya masuk ke dalam lambung
ribuan semut lainnya tak dapat berbuat apa-apa
menyaksikan perampokan
yang tak terlihat dari jendela dunia itu

beberapa lama kemudian
saat cicak menunggu mangsa
di kosen pintu rumah manusia
seorang bocah menutupkan daun pintu
terjepitlah cicak dan mati seketika
bangkainya lengket di kosen
namun tak terlihat dari jendela dunia
seketika ramai-ramai semut mengerubungi

“ayo seret makanan lezat ini!
dulu perampok makanan
sekarang sudah jadi makanan kita!”

bangkai reptil raksasa, menurut ukuran semut
dengan mudah diseret beramai-ramai.

Akhir Desember 2005

Hidayat Banjar

Sungai Waktu

sungai waktu yang mengalir
lembut maupun keras
mengantar kita ke kinian
sedetik kemudian semua jadi kenangan
sekuat apa pun keinginan kembali ke hulu
adalah sekadar menapak sejarah
dulu, di sini pernah terjadi ini dan itu

sungai waktu yang di dalamnya kita berenang
semula bening, hening
kitalah yang berkecipak tak tentu
membuat air keruh dan keheningan pecah
jadi hiruk pikuk
kita meraba-raba
mencari kesejatian sejarah

sungai waktu mengalir
mengikuti arus penciptaan
dengan kepongahan kita rombak alurnya
sesuai selera atas nama kuasa
pertikaian kabil dan habil
terus berlanjut memercik noda merah

sungai waktu terus mengalir
beraneka cabang
dan ke kinian adalah benang kusut
akankah kita dan anak cucu
mampu mengurainya?

Medan, akhir November 2006


Hidayat Banjar

Lelaki, Rembulan dan Proyek
(untuk Tuan YZ dan lelaki pemburu daging)

lelaki terhormat menatap rembulan
semua sudah ia pasrahkan

rembulan menari-nari
anak negeri tak mengerti
nafsu, rembulan dan proyek
di antaranya adalah kebinatangan

terbuka katup
bebayang terus mengikuti
dan membawanya bercakap-cakap
semula di dalam goa
lalu hadir di pentas kehidupan

sudah terlanjur membias
lelaki, rembulan dan proyek
kenaifan di antaranya

cinta dan rindu yang sebatas daging
memamah lelaki terhormat tanpa sisa
ampasnya membusuk di septic tank

andai saja bukan lelaki terhormat
sudah kulumat kejahanaman ini
dengan kejahanaman yang lebih besar lagi

rembulan ngakak di atas proyek
selangkangnya berbau nanah.

Medan, Medio Desember 2006


Hidayat Banjar

I b u

mengenang ibu
tataplah bumi yang tak pernah lelah
menyapih pepohonan dari fajar merekah
hingga ke peraduan malam

mengenang ibu
tataplah matahari yang tak pernah lelah
menghangatkan seluruh isi bumi
sampai malam memeluk
dan mengirimnya mimpi-mimpi indah

apakah ibumu seperti itu?

kawan, jika kehilangan kasih ibu
sesungguhnya kau telah kehilangan
separuh jiwamu

22 Desember 2006


Hidayat Banjar

Pantai-pantai Itu

demikianlah pantai-pantai itu
memanggil para pejalan untuk singgah
bersidekap akrab asinnya laut
dan garangnya ombak

putih-putih kwarsa
putih-putih buih
hati yang tulus menerima kehadiran
wahai nakhoda merapatlah
lemparkan jangkar
ikatkan temali pada tiang-tiang
di pelabuuan

pantai jombalng lhokseumawe
16 september 2006


Hidayat Banjar

Jomblang

jomblang kembali dikenangnya
sosok serupa pantai yang putih-putih airnya
sosok serupa kwarsa yang putih-putih berkilau

duhai dara
kenapa demikian menggoda
membuat nakhoda oleng
dan dalam ragu bertanya:
benarkah kau pelabuhan itu?

Januari 2007