Arsip Blog

Senin, 02 Juni 2008

PUISI DEWI DAN SITI

Puisi-puisi Dewi Mazlina

DEWI MAZLINA, lahir di Medan, 8 Februari 1984. Mulai menulis sejak 2002 , kini aktif sebagai guru Bahasa Inggris di Sekolah Dasar Negeri 067774. Karya-karyanya mulai dikirimkan ke media massa setelah mengikuti pendidikan dan penulisan puisi yang dilaksanakan Komunitas HP bersama Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sumatera Utara. Puisi sebagai representasi kehidupan manusia baginya berarti mengenal diri dengan berbagai sisi persoalan yang melingkupinya dalam lingkungan kehidupan. Kini bergabung di Komunitas Home Poetry.


Tajamnya Petir di Sore Itu

berkumpul antara kabut putih di bubungan atap langit
membentuk pusaran angin
menembus terowongan tak berbatas
gelap di kulit alam

anak-anak bumi diintai cahaya menyambar
dicabik kilat menggelegar di kabut hitam
hangus di jalan kebimbangan
pada bingkai kenangan

yang terbungkus
dan yang berdiri di sana
terkejut dalam aroma
kematian jiwa

Medan, 2008

Pembohong Sejati

ucapan manis terurai dalam bait-bait indah
senyum tak sanggup lagi disentuh
karena sang hakim kehidupan telah memukul palu kepedihan
tertulis kaku di lembaran sejarah terputus di jurang kerinduan
cinta yang pupus kau tuliskan dalam luka

hanya kata yang kau pilih
pengorbanan pelangi tak berdiri di atas kabut hitam
pada perbedaan keyakinan hidup

samudera cinta pun terhenti di dermaga lain
luka terderai sempurna di pelaminan
air mata kalbu tinggal kenangan

Medan, 2008

Terindah

gemuruh gelombang kerinduan datang
tak tertahan dirasa detak cinta
perjalanan lewati rindu terpendam

harum bunga di taman asmara
dendangkan canda tawa pada jarum jam terhenti
dalam kemesraan kerinduan

pernah kukenal hidup mengelana
seorang penyair cinta
di pangkuan persahabatan yang kau tawarkan
dengan rahasia terukir di taman jiwa

Medan, 2008


Sahabat Malam

dingin udara malam gigilkan tulang
resah memahami dinamika cinta
rindu pada tarian temaram malam
terdiam di pusaran sujud abadi

malam itukah sunyi?
gemericik air riuh dalam hening
ramaikan panggung di lengang pesta
apa yang dicari dalam sepi?

merinding terbalut resah
terdengar lambaian suara tak pasti
memanggil segala ketakutan
pada temaram malam

biarkan aku sendiri
karena malam terusik bagi sang pengembara
mencari damai diri
dalam sanubari kerinduan

Medan, 2008


Selembar Air Mata Kalbu

sendiriku dihening pelarian
bimbang hati dalam penjara jiwa
diderai air mata kerisauan

rangkulan canda tawamu
bagai angin puncak gunung
takkan singgah di danau biru

rindu lagu untaian kata
bisikku dengar direlung jiwa
terabai disisa hidup lelah dirindu
tak kunjung hampiri diri
tak jua terobati keluh hati ini

kugapai sisi kesedihan
kau hapus tanda di jemari tangan
inikah hidup?
terlintas jawab pencarianku
terhenti di sujud ikhlas

Medan, 2008


















Puisi-Puisi Siti Khadijah
Dik
di penghujung sore mata kita bertemu pandang
ku dapati pijar bahagia di bening matamu yang polos
sumringah tak lepas dari bibir mungilmu
gegap gempita menyuara
coret moret mewarnai seragam putih biru yang kau kenakan

dik!
potret masa laluku tergambar didirimu
merasa bebas, terlepas
dengan harapan gelar dewasa

dik!
kedewasaan sangat tak dimengerti
tak seindah yang dihayalkan
tanggun jawab semakin menanatang
menuntut langkah nyata

Medan, 2008

Haruskah Aku Berdiam Diri

kadang aku merasa tak berarti
tak ada seni yang mengalir dalam darah ini
aku sendiri
berdiri di antara perbedaan

ingin aku mundur
berdiam diri
tak memikirkan puisi
tak merindu akan puisi

tapi, tak pernah bisa
bait-bait kata selalu tercipta
berhamburan dari hamparan hati
walau tak pernah indah
bait kata itu selalu tak ingin berlalu

Medan, 2008
Melati Membisu

tirai malam mulai tersingkap
melati masih memilih lelap
berselimut mimpi
merayu bayu merelakan tubuh
membawa asa menuju langit
kobaran mentari semakin menggila
menjilati tanpa belas kasih
kelopak melati masih mengatup
membisu......


Medan, 2008

Nirwana Suguhkan Dunia Baru

ku temukan kawah berbalut embun
nirwana menyuguhkan dunia baru
di sini dalam waktu
sisa-sisa pergelutan dengan ambisi
wajah-wajah sendu
mengisaratkan keteguhan hati

dalam detik tak seberapa
kutemukan mata air
membasuh dahagaku akan ilmu
senyum penuh semangat

bapak?
abang?
kakak?
guru?
kadang kebimbangan menghampiriku
apa yang pantas menyapa wajah-wajah sendu

tapi untuk apa mencari kata yang tepat
yang pasti
ku temukan dunia baru
dunia penuh warna


komunitashp,2008