Puisi-puisi Dewi Mazlina
DEWI MAZLINA, lahir di Medan, 8 Februari 1984. Mulai menulis sejak 2002 , kini aktif sebagai guru Bahasa Inggris di Sekolah Dasar Negeri 067774. Karya-karyanya mulai dikirimkan ke media massa setelah mengikuti pendidikan dan penulisan puisi yang dilaksanakan Komunitas HP bersama Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sumatera Utara. Puisi sebagai representasi kehidupan manusia baginya berarti mengenal diri dengan berbagai sisi persoalan yang melingkupinya dalam lingkungan kehidupan. Kini bergabung di Komunitas Home Poetry.
Tajamnya Petir di Sore Itu
berkumpul antara kabut putih di bubungan atap langit
membentuk pusaran angin
menembus terowongan tak berbatas
gelap di kulit alam
anak-anak bumi diintai cahaya menyambar
dicabik kilat menggelegar di kabut hitam
hangus di jalan kebimbangan
pada bingkai kenangan
yang terbungkus
dan yang berdiri di sana
terkejut dalam aroma
kematian jiwa
Medan, 2008
Pembohong Sejati
ucapan manis terurai dalam bait-bait indah
senyum tak sanggup lagi disentuh
karena sang hakim kehidupan telah memukul palu kepedihan
tertulis kaku di lembaran sejarah terputus di jurang kerinduan
cinta yang pupus kau tuliskan dalam luka
hanya kata yang kau pilih
pengorbanan pelangi tak berdiri di atas kabut hitam
pada perbedaan keyakinan hidup
samudera cinta pun terhenti di dermaga lain
luka terderai sempurna di pelaminan
air mata kalbu tinggal kenangan
Medan, 2008
Terindah
gemuruh gelombang kerinduan datang
tak tertahan dirasa detak cinta
perjalanan lewati rindu terpendam
harum bunga di taman asmara
dendangkan canda tawa pada jarum jam terhenti
dalam kemesraan kerinduan
pernah kukenal hidup mengelana
seorang penyair cinta
di pangkuan persahabatan yang kau tawarkan
dengan rahasia terukir di taman jiwa
Medan, 2008
Sahabat Malam
dingin udara malam gigilkan tulang
resah memahami dinamika cinta
rindu pada tarian temaram malam
terdiam di pusaran sujud abadi
malam itukah sunyi?
gemericik air riuh dalam hening
ramaikan panggung di lengang pesta
apa yang dicari dalam sepi?
merinding terbalut resah
terdengar lambaian suara tak pasti
memanggil segala ketakutan
pada temaram malam
biarkan aku sendiri
karena malam terusik bagi sang pengembara
mencari damai diri
dalam sanubari kerinduan
Medan, 2008
Selembar Air Mata Kalbu
sendiriku dihening pelarian
bimbang hati dalam penjara jiwa
diderai air mata kerisauan
rangkulan canda tawamu
bagai angin puncak gunung
takkan singgah di danau biru
rindu lagu untaian kata
bisikku dengar direlung jiwa
terabai disisa hidup lelah dirindu
tak kunjung hampiri diri
tak jua terobati keluh hati ini
kugapai sisi kesedihan
kau hapus tanda di jemari tangan
inikah hidup?
terlintas jawab pencarianku
terhenti di sujud ikhlas
Medan, 2008
Puisi-Puisi Siti Khadijah
Dik
di penghujung sore mata kita bertemu pandang
ku dapati pijar bahagia di bening matamu yang polos
sumringah tak lepas dari bibir mungilmu
gegap gempita menyuara
coret moret mewarnai seragam putih biru yang kau kenakan
dik!
potret masa laluku tergambar didirimu
merasa bebas, terlepas
dengan harapan gelar dewasa
dik!
kedewasaan sangat tak dimengerti
tak seindah yang dihayalkan
tanggun jawab semakin menanatang
menuntut langkah nyata
Medan, 2008
Haruskah Aku Berdiam Diri
kadang aku merasa tak berarti
tak ada seni yang mengalir dalam darah ini
aku sendiri
berdiri di antara perbedaan
ingin aku mundur
berdiam diri
tak memikirkan puisi
tak merindu akan puisi
tapi, tak pernah bisa
bait-bait kata selalu tercipta
berhamburan dari hamparan hati
walau tak pernah indah
bait kata itu selalu tak ingin berlalu
Medan, 2008
Melati Membisu
tirai malam mulai tersingkap
melati masih memilih lelap
berselimut mimpi
merayu bayu merelakan tubuh
membawa asa menuju langit
kobaran mentari semakin menggila
menjilati tanpa belas kasih
kelopak melati masih mengatup
membisu......
Medan, 2008
Nirwana Suguhkan Dunia Baru
ku temukan kawah berbalut embun
nirwana menyuguhkan dunia baru
di sini dalam waktu
sisa-sisa pergelutan dengan ambisi
wajah-wajah sendu
mengisaratkan keteguhan hati
dalam detik tak seberapa
kutemukan mata air
membasuh dahagaku akan ilmu
senyum penuh semangat
bapak?
abang?
kakak?
guru?
kadang kebimbangan menghampiriku
apa yang pantas menyapa wajah-wajah sendu
tapi untuk apa mencari kata yang tepat
yang pasti
ku temukan dunia baru
dunia penuh warna
komunitashp,2008
KOMUNITAS HOME POETRY, lahir di gang baru, 5 Januari 2007, yang lalu. Pada sebuah rumah mungil, yang kemudian kami sebut dengan rumah puisi. Awalnya, hanya sebuah kerja penciptaan karya puisi, diskusi pun mengulasnya. Tidak mengenal lelah dan resah. Terkadang kami tembus ruang dan waktu. paGi ke pagi. Ah, di rumahnya Kami, RUMAH PUISI
Arsip Blog
- Mei (9)
- Maret (1)
- Desember (3)
- November (2)
- April (1)
- April (1)
- Maret (19)
- Februari (2)
- Juli (3)
- Oktober (5)
- Januari (2)
- September (1)
- Agustus (1)
- Juni (3)
- April (2)
- Desember (3)
- Juni (1)
- Mei (1)
- Maret (2)
- Februari (2)
- Januari (1)
- Desember (1)
- Agustus (5)
- Juli (5)
- April (1)
- Maret (2)
- Februari (1)
- November (7)
- Juli (1)
- Juli (4)
- Juni (3)
- Mei (16)
- April (9)
- Maret (26)
- Februari (14)