Arsip Blog

Jumat, 23 Juli 2010

Rindu Rumah

Rindu Rumah
Cerpen Karya Djamal

Aku heran, selama tiga tahun ke depan aku menjalani kehidupan ini, tak pernah sedikitpun terlintas dalam benakku untuk menggantikan posisinya pada urutan – urutan koleksi perempuan sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan kaum laki – laki. Jika dikatakan hubungan kami tidak mempunyai status apalagi hanya sekadar hubungan persinggahan, secarara tegas aku menolak. Sebab aku merasakan usiaku semakin bertambah dan tak kuinginkan menjalin hubungan sebagai permainan apalagi hanya sekadar untuk persinggahan belaka. Aku sangat tahu aturan main dan etika berpacaran. Untuk laki – laki yang dikatakan tidak memiliki karakter wajah yang tergolong lumayan akupun sadar bahwa aku tak pantas untuk mempermainkan kaum perempuan, apalagi sampai aku sekedar melampiaskan hasrat seksualku saja. Hal itu tak pernah terlintas dalam benakku. Coba bayangkan kalau aku bermain – main dalam menjalin hubungan berpecaran, berapa banyak perempuan yang harus tersakiti olehku selama tiga tahun? Ah, entahlah!
Aku heran, selama tiga tahun aku menjalin hubungan, tidak sekalipun terlintas dalam kepalaku tentang perselingkuhan. Tapi jika aku katakan hubunganku hanya sekadar mengisi kekosongan, apalagi sebatas untuk memenuhi hasrat seksualku saja, jelas aku menentang pada semua yang mengatakannya.
Namun sayang dalam keseriusanku ini salah ditafsirkan. Bahkan mendapat respon yang tidak menyenangkan. Pernah kulakukan dalam hidupku berselingkuh, namun aku menjalani itu tidak memiliki ketenangan jiwa. Aku selalu merasa bersalah dan sangat merasa berdosa, sebab kalau sekali saja aku menjalaninya pasti aku akan mau lagi dan lagi. Dan yang aku takutkan lagi saat aku menikah nanti pasti kalau setiap aku tidak mendapatkan pelayanan yang baik dari istriku maka aku akan berselingkuh.
Aku tetap bertahan dengan idealismeku dalam berpacaran. Sayang, ia tetap tidak pernah mempercayaiku bahwa aku sebagai laki – laki yang memiliki tipe setia dan tak ingin menyakati.



***
Malam di pucuk daun jambu semakin mempertegas keganasannya, nyanyian nyamuk menusuk gendang telinga, rembulan hampir sempurna. Aku masih saja menitiskan air mata dan meratapi ketidak sempurnaan.

Ini serius!
Bukan aku jadikan bahan curahan hati atau lelucon biasa. Pada siapa lagi aku memberikan pengalaman ini kalau bukan pada kalian. Ah, kalau kalian tidak mau mendengar lebih baik aku katakan pada kunang – kunang, sebab dengannya aku bisa tertawa dan berbagi cerita tentang keindahan dan kebenderangan.
Jangan kau tanyakan lagi padaku tentang sebongkah hati yang hampir membusuk ini karena ia telah lama menanti dan menahan luka. Namun aku tetap tak perduli walau suatu saat luka itu akan kubawa sampai ke dalam lahat.
Mari kita tinggalkan cerita cinta atapun cerita kelam perjalanan. Kita cerita tentang gemintang yang selalu memberikan keindahan pada malam dan rembulan. Siapa bilang rembulan tidak hadir disiang hari? Terkadang aku bercerita padanya tentang keindahan dan kesempurnaan.
Indah, kemarin kau bersandar pada pundakku, namun kali ini aku bersandar di pundakmu yang mungil. Kau basuh tubuh kaku – ku, kau belai tubuh lunglaiku. Ah, masih saja bercerita tentang kesedihan dan air mata jangan ceritakan kemabali tentang kesedihan itu.
Lelah, kuseka wajahku dengan handuk orange yang selalu mengiringi perjalananku, kuhapus lelah dengan imaji ketenteraman. Aku jadi teringat masa kecilku dulu, setiap aku pulang sekolah ayah selalu membasuh tubuhku dengan handuk dan ia selalu tersenyum bila melihat tubuhku penuh keringat, aku jadi rindu dengan tangan ayah dan senyuman ayah. Entah apa yang ia rasakan ketika keringatku mengucur dan membasahi tubuhku, dan entah apa yang selalu membuatnya tersenyum bila ia mendekap tubuhku yang basah.
Masih bercerita tentang kesedihan, namun aku bangga sebab ada sederet kenangan indah di sana. Ayah sebentar lagi aku akan menginjak usia dua puluh lapan tahun, aku ingin kau hadir dalam mimpiku. Aku rindu akan wajahmu. Masih kusimpan tanda pengenalmu yang direkat oleh pelastik laminating. Di sana kulihat senyummu terpancar. Ayah taukah kau, sampai saat ini mamak masih menyimpan cintamu di hatinya. Dia masih setia padamu dan selalu membelaimu dalam balutan baju batik kegemaranmu. Pernah, dulu kau akan “menghunuskan” sebilah pisau di tubuhku bila aku pergi ke medan lumpur, walau itu misi kemanusiaan. Bertahun aku mencari makna itu ayah, hingga kini aku belum juga tahu makna yang kau katakan padaku. Ayah katakanlah, walau hanya dalam mimpi.
Mak, aku akan mengikuti jejak langkahmu yang selalu setia pada cinta dan ketulusan. Inginku hibahkan kepadamu sebongkah emas namun kutahu itu tidak cukup. Mak, kau masih saja setia pada cinta dan ketulusan.
Ternyata aku tak bisa terpisah dari kata cinta dan menjauhkan diri dari pembicaraan cinta, sebab cinta masih saja menggelayut dalam imajiku yang liar dan tak memiliki batas tepi.
Akan begitu menyakitkan dan menyebabkan rasa jenuh jika kita tak mengikuti hati, maka hati akan menangis. Jauh lebih pedih saat kita menyadari bahwa kita baru mencintai seseorang. Jangan berharap seseorang mencintaimu percis seperti kamu mencintainya. Seorang pecinta terbaik adalah sahabat yang terhebat. Cinta tak pernah begitu indah jika tanpa persahabatan. Mengingat tentang sebuah cinta pada sahabat aku adalah salah seorang yang selalu setia pada sahabat. Sebab sahabat adalah segalanya buatku. Namun jangan pernah menghianati persabatanku, sebab aku akan jauh lebih beringas jika aku dihianati oleh persabatan yang telah aku bangun.
Jangan pernah takut jatuh cinta, sebab cinta adalah perasaan bukan komitmen. Jangan pernah takut cinta akan berakhir, sebab cinta tak pernah berakhir. Cinta tidak dapat didengarkan, sebab cinta hanya bisa dirasakan. Cinta tidak datang dari bibir, namun cinta datang dari hati.
Masih ada sederetan cinta yang belum sempat aku berikan pada ilalang dan awan, sebab aku telah terhempas di dasar kerinduan.
Jangan pernah bermain-main dengan cinta, sebab cinta adalah perasaan. Apa jadinya bila perasaan dipermainkan. Saat kutuliskan cerita cinta ini aku baru saja menghantar cinta pada posisinya yang nyaman dan memberinya keteduhan.
Kali ini telah aku titipkan cintaku di hatimu, namun cinta itu tak memiliki tempat berteduh di bilik-bilik hatimu walau di bilik yang terkecil. Jangan pernah kau tanyakan saat cinta itu kutitipkan padamu apa isi cinta itu dan apa bentuknya sebab cinta yang kuberikan adalah cinta yang utuh tanpa tanda tanya.
Ah, aku lupa ternyata alam juga memuja cinta yang tak berbatas. Apajadinya kehidupan ini kalau alam juga memuja cinta tak berbatas, pantaskah alam juga memuja dirinya sendiri?

Aku adalah langit berseberangan dengan kerinduan
kutitipkan cinta ini kepadamu
agar kelak rembulan terus bersinar

Kutitipkan puisi itu pada bulan yang terus bersinar dan memberi kebahagian pada sesiapa dan untuk anak adam. Kepada awan, kepada batu, kepada air, kepada api, kepada pepohon. Dan kepada wanita yang telah mengisi hari-hariku dengan cinta. karena puisi cinta aku hadiahkan kepadamu.
Kita kembali kecerita semula tentang permainan cinta yang membuat pertengkaran atau membuat sebuah bait-bait indah atau juga membangun istana kedamaian. Skenario cinta telah di buat dan siap dipentaskan oleh kita, kitalah pemerannya dan kita juga penulisnya, dan yang bertindak sebagai sutradara adalah Tuhan. Ini semua tergantung pada prinsip dan bagaimana kita menjalankan lalu memerankannya.
Burung ruak-ruak itu masih berkicau di atas atap rumahku, dan burung itu katanya akan memberi kabar tentang keburukan. Ah, aku masih belum percaya apa kata orang. Sebab aku adalah orang yang paling sulit menerima mitos itu.
Sudah lebih tiga tahun kujelajahi makna cinta di bawah matahari ini. Namun hanya sedikit yang aku dapatkan dari makna cinta itu, kebahagiaan, hanya cinta ayah dan ibu yang dapat memberikan ketenangan dan senyuman.
“Di manakah posisi cinta itu layak kita tempatkan?”
“Mungkin di dalam Perut”
“Ah, di otak kan bisa kita letakkan”
“Kalian semua salah. Posisi cinta itu tempatnya di ulu hati, sebab cinta itu sakit kalau di bawa lari”
“Itu karena belum pemanasan”
Ini hanya sekadar lelucon. Jangan terlalu di ambil hati nanti, sakit juga jadinya. Cinta itu layaknya di posisikan pada hati kecil kita masing-masing.
Lebih baik aku kembali ke rahim ibu? Sebab di sana memberikan banyak kedamain, dan tak memberikan peperangan. Toh di rahim ibuku masih dapat merasakan makna cinta itu sebenarnya. Dan cinta Tuhan adalah cinta yang kekal.

Medan, 2008 -2010